Seorang anak manusia yang mencoba beradaptasi dengan dunia. Sedang berusaha merantau lebih jauh dalam menempa diri dan mempersiapkan segala makna kehidupan untuk mengabdi pada Sang Maha Hidup.

Friday, June 30, 2006

Jaringan Gelap Freemasonry, Sejarah Hingga Perkembangannya ke Indonesia

Judul Buku : Jaringan Gelap Freemasonry, Sejarah dan Perkembangannya Hingga ke Indonesia
Pengarang : A.D. El Marzdedeq, DIM,AV
Penerbit : PT. Syaamil Cipta Media
Cetakan : Pertama, Juli 2005
Halaman : vi + 150 halaman

Mengintip Provokator Tingkat Utama Tak pernah ada yang bisa membantah bahwa dimana ada asap disana pasti ada api. Setiap ada kejadian heroik yang membuat dunia terpaku pasti ada dalang di baliknya. Tidak bisa tidak. Sebab, seluruh kejadian yang ada di atas dunia berjalan sesuai dengan hukum sebab akibat. Bila kita menanam benih, maka suatu saat pasti akan menuai hasilnya. Wayang saja untuk bisa berjalan sesuai dengan alur cerita harus ada dalang yang mengendalikannya.
Sampai hari ini kita tak pernah tahu siapa dalang yang telah menggerakkan penghancuran menara kembar WTC tahun 2001 lalu. Begitu juga dengan kejadian pengeboman Bom Bali I dan II. Pengeboman hotel JW Marriot, peristiwa G 30 S/PKI, peritiwa Tanjung Priok dan peristiwa-peristiwa besar lainnya.
Banyak spekulasi muncul ketika WTC di bombardir. Ujung-ujungnya ummat muslim yang menjadi sasarannya. Cap teroris distempelkan hingga menghantarkan Osama bin Ladin menjadi buronan kelas kakap bagi Amerika dan sekutunya. Alasan mengejar teroris ini juga yang meletakkan Afghanistan sebagai negara pesakitan.
Lalu, bagaimana dengan kejadian-kejadian spektakuler sebelumnya. Sebut saja meletusnya Perang Dunia I, Perang Dunia II, kekejaman Hitler dengan Nazinya, peristiwa Darwin dengan teori evolusinya, dan lain sebagainya. Bagi sebagian kita, peristiwa-peristiwa besar tersebut menyimpan sebuah tanda tanya besar dalam pikiran. Kalaupun terdapat penjelasan, maka yang ada adalah sebuah penyesatan informasi.
Lebih jauh, seharusnya kita juga memberi pertanyaan. Mengapa pada hari ini begitu banyak jenis-jenis agama baru, kelompok-kelompok kebatinan yang tersusun rapi, perpecahan antar partai, beda pendapat antar sesama agama, adanya pemikiran liberal, pluralisme, sah kawinnya orang Islam dengan non Islam, banyaknya munculnya lembaga sosial, dan lain-lain.
Sehingga, wajar akhirnya bila kita perlu mencari jawaban dari sekian pertanyaan-pertanyaan yang muncul. Dengan adanya informasi yang jelas, maka syak wasangka yang ada dapat dihilangkan. Memulai kehidupan dengan tenang dan menjalaninya dengan nyaman. Sebab, segalanya telah jelas.
Lalu, bagaimana cara untuk mendapatkan pengetahuan itu semua? Maka, sudah selayaknya kita membaca. Bukan hanya sekedar membaca tanpa makna. Tapi membaca dengan segenap keinginan memecahkan permasalahan yang ada. Sebab, alam terkembang menjadi guru. Sehingga wajar bila bukan hanya buku saja yang menjadi referensi kita, melainkan juga fenomena yang berkembang disekitar.
Anis Matta membagi tingkatan pembaca menjadi tiga. Pertama, pembaca konsumen. Pada tataran ini pembaca benar-benar menjadi subyek yang haus akan informasi. Menerima input dari apa yang dibacanya. Kedua, pembaca pembanding. Pembaca sudah mulai memahami dan menganalisa satu fenomena dengan fenomena yang lain. Ia membandingkan satu kejadian dengan kejadian lain. Terakhir adalah pembaca evaluasi. Pada tahap ini pembaca sudah memberi hukum terhadap apa yang ia peroleh. Pikiran-pikiran orang diteliti dan diberi penilaian benar salahnya.
Lalu, pada tingkat pembaca manakah kita hari ini. Atau paling tidak, sudah menjadi manusia yang memiliki karakter manakah kita sekarang? Hanya sekedar menerima informasi tanpa menganalisanya terlebih dahulukah? Mencari dan mendapatkan data namun tidak tahu kebenarannya? Atau bahkan masih belum mampu menterjemahkan benar salahnya pikiran seseorang?
Terkait dengan apa yang disampaikan pada awal tulisan ini, maka selayaknya kita mengetahui dan memahami bahwa setiap fenomena yang terjadi harus dapat kita berikan kesimpulan awal. Sebab, ternyata banyak sebenarnya hal-hal yang menurut sebagian orang adalah kejadian biasa dan tak perlu kita permasalahkan justru menyimpan potensi buruk bagi kehidupan pribadi dan masyarakat. Apa lagi bila sebenarnya kejadian tersebut justru bisa merenggut harga diri dan akidah kita.
Untuk itu pulalah akhirnya yang menjadikan PT. Asyaamil berani menerbitkan buku berjudul “Jaringan Gelap Freemasonry, Sejarah dan Perkembangannya Hingga ke Indonesia”. Paling tidak untuk memberikan gambaran betapa sebenarnya banyak kejadian di dunia ini, adalah rangkaian sebuah rekayasa besar dari sebuah kaum yang menginginkan terciptanya negara berdasarkan kendali kaum mereka. Yaitu, kaum Yahudi.
Bila kita membaca buku tersebut, maka jelas sekali penjelasan tentang apa alasan mereka sehingga harus menguasai dunia dan mengalahkan musuh utamanya, Islam. Begitu juga dengan gambaran rencana yang harus mereka lakukan untuk dapat menjalankan misi tersebut. Sangat gamblang sekali disampaikan oleh penulis buku ini, A.D. EL. Marzdedeq, Dim. Av.
Mungkin bagi sebagian pembaca, makna apakah dari kata-kata Jaringan Gelap. Semuanya akan jelas dalam buku ini. Diantaranya, bila kita pahami lebih jauh, maka akan dapat disimpulkan bahwasanya ternyata kegelapan yang menyelimutinya adalah karena kehalalan segala cara yang selalu ditempuh. Apakah dengan menyelinap ke dalam sebuah gerakan penentang mereka, memberian bantuan dana untuk memuluskan cara mereka, atau bahkan harus saling membunuh antar sesama mereka bila itu yang memang dikehendaki seperti yang terjadi pada tragedi pembantaian oleh Nazi. Kekejaman yang juga direncanakan oleh Yahudi. Dan itu semua adalah sedikit dari sedemikian kegelapan lainya.
Secara garis besar, yahudi dibagi menjadi dalam 3 kelompok pergerakan. Golongan ketiga disebut sebagai gerakan Freemasonry. Mereka bergerak bukan atas nama Yahudi, pelaksananya bukan orang-orang Yahudi, tetapi menjalankan misi yang dapat mengangkat harkat dan martabat Kaum Yahudi. Baik secara sadar maupun tidak sadar.
Pada intinya, buku ini menjadi penting untuk kita semua dikala saat ini banyak yang belum mengetahui akan bahaya dan ancaman yang nantinya ditimbulkan dari gerakan tersebut. Sementara, tanpa sadar pun sebenarnya banyak dari kita yang telah mendukung gerakan mereka. Baik melalui program-program tersembunyi yang mereka lancarkan tanpa kita sadari, atau melalui hal-hal yang kita anggap sepele. Seperti penggunaan logo, istilah dan simbol geraan berbahaya ini.
Walau memberikan gambaran tentang apa itu Yahudi dan gerakan Freemasonry. Tapi ternyata buku ini memiliki kekurangan yang selayaknya perlu kita ketahui. Salah satu diantaranya adalah buku ini tidak mampu menghadirkan sebuah bentuk penyampaian yang cukup membumi kepada para pembacanya. Sehingga, kesan yang ditampilkan tidak jauh seperti buku mata pelajaran Sejarah yang monoton dan penuh dengan kekakuan.
Ketipisan halaman juga tidak seimbang dengan banyaknya informasi yang diberikan kepada pembaca. Padahal, banyak tema dan isu yang bisa dikembangkan lebih dalam sehingga dapat memberikan pencerahan yang menyeluruh. Salah satu contohnya adalah sedikit sekali penjelasan terhadap gambar-gambar simbol dan logo yang ditampilkan. Sehingga pembaca dituntut untuk dapat menyimpulkan sendiri pendapatnya.
Walau demikian, harus kita akui bahwa dengan membaca buku ini setidaknya kita dapat menjawab siapa sebenarnya biang keladi dari banyaknya aliran agama baru yang bermunculan. Begitu juga kenapa aliran kebatinan hari dapat berkembang pesat di negara kita. Ditambah lagi dengan penjelasan siapa sebenarnya dalang dari timbulnya peran dunia pertama dan kedua.
Oleh karena itu, bila masih banyak pertanyaan yang belum terjawab terhadap setiap kejadian besar di dunia ini. Maka, kata kunci yang dapat diberikan adalah dengan membaca. tidak ada paksaan terhadap buku seperti apa yang seharusnya kita baca. Toh, kalau memang kita semua menganggap buku ini bai untuk dijadikan salah satu referensi, kenapa kita segera mendapatkannya…???!
Wallahu a`lam bishawab.

Wassalam.
BASUKI
(Penikmat buku,
Mantan Wakil Presiden BEM KM Unand 2005-2006)

Tuesday, June 27, 2006

Mengusung Pribadi Yang Berkeimanan


Judul buku : Mengusung Peradaban yang Berkeimanan
Pengarang : Anis Matta
Penerbit : Media Qalbu
Cetakan : Pertama, Januari 2006
Halaman : 164 Halaman

Dari Kenihilan Menuju Peradaban Sejati

Selalu ada pahlawan dalam setiap zaman. Apakah sepuluh, lima puluh, atau bahkan seratus tahun sekali. Tentu saja pahlawan yang hadir dalam setiap gelombang zaman selalu menghadirkan corak, pola pikir dan fenomena tertentu. Sehingga, pada akhirnya setiap orang akan mengakui dan memaknai bahwa kepahlawanan yang ia ciptakan adalah nyata adanya. Tanpa rekayasa, kebohongan dan pemaksaan.
Di luar makna sebuah sosok kepahlawanan, tentu saja ada zaman yang mengiringinya. Sebuah epik kebanggaan yang tercipta atau bahkan menciptakan pahlawan itu sendiri. Orang-orang lebih senang menyebutnya dengan peradaban.
Dari sekian bentuk zaman yang ada, patut kita sorot sebuah peradaban yang belum ada tandingnya hingga hari ini. Bahkan oleh barat sekalipun. Dia adalah peradaban Islam. Dibawa oleh ustadziatul alam Nabi Muhammad SAW, pembawa risalah untuk seluruh alam. Islam telah merubah segala sendi kehidupan manusia mulai dari lingkup terkecil hingga aspek terbesar.
Lebih dari itu, ternyata Islam bukan hanya telah melahirkan pahlawan yang tak ada hentinya, tapi juga telah membuat peradaban Islam itu tak pernah lekang dan membuatnya terus ada sepanjang waktu.
Hanya saja banyak akhirnya yang tidak menyukai adanya Islam sebagai sebuah solusi. Bukan hanya karena tidak adanya hidayah yang datang, tapi juga karena ketidaktahuan bahkan karena kebodohan mereka. Sehingga timbullah upaya-upaya menghancurkan Islam. Tak heran bila pada puncaknya, tepat pada 3 Maret 1924 terjadi penggulingan Khilafah Islamiyah yang sedang berkuasa.
Dr. Salim Segaf al Jufri dalam pengantar buku Menuju Jama`atul Muslimin jelas mengatakan bahwa setidaknya ada dua tokoh pemuka da`wah yang tak boleh dilupakan bila berbicara tentang kebangkitan Islam. Mereka adalah Abul A`la al-Maududi yang telah menggerakkan Jama`at Islami dan Imam Syahid Hasan al Banna dengan gerakan Ikhwanul Musliminnya. Masing-masing memiliki karakteristik yang tidak sama.
Al Maududi banyak menghasilkan buku dan memiliki jam terbang tinggi dalam berdakwah melalui mimbar. Sehingga tidak mengherankan bila kemudian Jama`at Islami dikenal lebih membumi di kawasan India dan Pakistan. Sementara, Hasan al Banna telah menghujamkan kukunya dengan banyak mencetak kader dan sedikit menulis buku. Pemikirannya telah meluas hampir ke seluruh belahan dunia.
Yan g menarik dari kedua tokoh tersebut adalah bahwa mereka telah mencoba meletakkan dasar-dasar struktural kebangkitan Islam. Keduanya mencoba kembali menata bagaimana agar Islam sebagai sebuah peradaban yang tinggi kembali berjaya di muka bumi setelah runtuh pada tahun 1924.
Lebih dari itu semua, memang harus ada upaya komprehensif untuk kembali bangkit dari keterpurukan. Segala jalan yang telah digariskan oleh para pendahulu layak untuk menjadi rujukan utama. Sebab, dengan memahami karakteristik perjuangan, maka akan dapat dicapai hasil maksimal. Itu sebabnya timbul adagium tentang arti sejarah. Bahwa sejarah adalah guru yang paling berharga. Bila ingin berhasil dalam hidup, maka belajarlah dari sejarah. Sebab, sejarah akan terus berulang.
Terkait dengan itulah maka Anis Matta mencoba menggugah ingatan kita tentang arti sebuah peradaban. Bukan hanya sekedar peradaban tanpa makna. Tapi sebuah bentuk peradaban yang penuh dengan nilai keimanan. Hal itu ia rangkum dalam bukunya yang berjudul “Mengusung Peradaban Yang Berkeimanan”.
Buku ini memiliki daya pikat dengan bahasanya yang menarik. Kata-kata lugas yang dilontaran Anis Matta mudah dimengerti walau terkadang butuh pencernaan mendalam. Runutan paragraf seakan-akan membius sang pembaca. Tak heran, bila membacanya akan sulit untuk berpaling walau sejenak. Sebab, satu lembar dalam pembahasan yang sama memiliki keterpaduan yang kuat tak terpisahkan. Ditambah lagi dalam setiap materi yang ia sampaikan selalu disertai dengan kajian sirah (sejarah). Baik tentang nabi, sahabat, salafus saleh atau yang lainnya. Sehingga kita sulit untuk menemui kebosanan.
Buku setebal 164 halaman ini memiliki 6 (enam) bab. Pada bab pertama pembaca akan disuguhkan tentang makna keimanan beserta karakternya. Sementara pada bab kedua, pembaca akan menemui bagaimana cara rasul merumuskan sebuah peradaban. Lalu, pada bab ketiga Anis Matta lebih senang untuk becerita tentang arti sebuah jati diri. Ia memulainya dengan mencari apa saja penyebab hilangnya jati diri, memilih budaya sampai bagaimana cara untuk membangun masyarakat yang madani.
Pada bagian keempat buku ini, kita akan dilayani pembahasan seputar pengkaderan. Tentu saja yang dimaksud disini adalah pengkaderan ummat yang terdiri dari pemimpin dan masyarakat. Ia menceritakan contoh seorang ulama besar bernama Abdurrahman bin Jauz. Ia mengisahkan bahwa ketika Abdurrahman bin Jauz berceramah, hadirin yang hadir bisa mencapai sekitar 200 ribuan. Tidak itu saja, ternyata ulama ini bahkan bisa membius pemimpin thaghut sekalipun yang sulit untuk menangis untuk akhirnya menumpahkan air matanya di pengajian tersebut.
Disampaikan oleh Anis Matta bahwa itu terjadi lantaran ia adalah seorang pemimpin. Diluar kapasistasnya sebagai ulama besar, ahli hadits, ahli fiqh, zuhud dan pakar sejarah. Kenapa ia disebut sebagai pemimpin? Anis Matta menyimpulkan bahwa karena ia memiliki magnet. Dan itulah salah satu karakter pemimpin yang patut diteladani.
Anis Matta seakan menelanjangi sejarah ketika ia bercerita tentang Abraha (pemimpin pasukan brgajah) pada bab kelima buku ini. Dalam bab tersebut ia berusaha menyimpulkan hikmah yang terkandung dalam penyerbuan pasukan bergajah dahulu. Setidaknya ada lima pelajaran yang patut dijadikan catatan. Salah satunya adalah bahwa segala persoalan yang terjadi hari ini baik politik, militer, ekonomi maupun kesenjangan sosial adalah dilatarbelakangi oleh konflik agama, bukan sebaliknya. Artinya, bahwa peradaban yang berkualitas memang harus disokong oleh agama yang bernartabat. Sehingga mampu meredam segala konflik yang akhirnya muncul.
Pada bab akhir, Anis Matta mengingatkan kita tentang arti sebuah kematian. Tak lupa ia memberikan sedikit tips untuk pembaca agar selalu bersiap-siap bilamana dipanggil Yang Maha Kuasa tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.
Sebagaimana buku-buku bacaan lainnya, selain memiliki kelebihan maka buku ini juga memiliki beberapa kekuransgan. Hanya saja kekurangan yang ada tidaklah begitu bermasalah bila dibandingkan dengan kandungan yang terdapat di dalamnya.
Salah satu kelemahannya adalah tentang penggunaan struktur, kata dan pengadopsian bahasa asing. Di sana masih terlihat kekakuan yang lumayan mencolok. Bahasa yang digunakan masih terkesan oral dan verbal, bukan bahasa tulisan ilmiah. Sehingga banyak penempatan tanda baca yang tidak sesuai dengan makna pembacaan yang seharusnya.
Hal itu bisa dianggap wajar. Sebab, apa-apa yang tertulis dalam buku ini memang diambil langsung dari ceramah-ceramah dan kajian-kajian Anis Matta. Buku ini adalah hasil suntingan dari ungkapan ilmiah Anis Matta dalam beberapa waktu yang dilakukan oleh Lilis Nihwan Sumuranje. Jadi, sebenarnya buku ini memang bukanlah tulisan Anis Matta. Hanya saja ternyata penyunting akhirnya mampu merangkai semua menjadi bahasan utuh yang saling berkait satu sama lain dengan tema yang saling mendukung.
Maka, wajar bila buku ini memang layak untuk dibaca. Terutama bagi para penerus generasi bangsa yang merindukan hadirnya kembali sebuah peradaban Islam yang penuh dengan keimanan. Akankah kita ikut merasakan masa tersebut atau justru kita yang akan menghancurkannya? Fastabiqul Khairat.
Wallahu a`lam bishawab.

Resentator : Basuki (Mantan Wakil Presiden BEM KM Unand 2005-2006)
(tulisan ini telah dimuat di Mingguan Serambi Minang, Bulan Juli. Edisi Tanggal 30 Mei - 6 Juli 2006)

Monday, June 26, 2006

Salam Kenal Dari Mujahid Islam

Setiap kita rasanya ingin mecari dan memberi harapan pada setiap insan. Semoga apa-apa yang kita berikan pada setiap nafas kehidupan kita adalah sebuah penghargaan bagi sisa amal yang diberikan.