Pak Uwo New Creative House

Seorang anak manusia yang mencoba beradaptasi dengan dunia. Sedang berusaha merantau lebih jauh dalam menempa diri dan mempersiapkan segala makna kehidupan untuk mengabdi pada Sang Maha Hidup.

Thursday, July 06, 2006

Keutamaan Hidup di Jalan Da`wah

Keutamaan Hidup di Jalan Da`wah
Oleh : Basuki
(Penulis aktif dalam “Usrah” Mingguan)

Pada dasarnya Allah telah menggariskan kepada kita tentang sebuah hakikat yang harus dijalani dalam seluruh aktifitas kehidupan, yaitu beribadah. Tanpa mengenal batas waktu, tempat dan usia. Sebab memang demikian adanya yang telah dinukilkan oleh Allah dalam surat Adz Dzariyat ayat 56. Bahwasanya setiap manusia diciptakan oleh Allah tidak lain kecuali untuk beribadah.
Dalam perkembangan maknanya, harus kita pahami bahwa ibadah tidak hanya sekedar shalat, puasa, zakat dan berhaji saja. Lebih dari itu bagaimana setiap kita bisa menjadikan seluruh tingkah laku, perkataan, pikiran, sikap dan potensi yang ada sebagai upaya untuk meraih ridha-Nya. Itulah mengapa kemudian pada banyak ayatnya Allah selalu mengingatkan manusia untuk selalu ber`amar ma`ruf nahi munkar.
Bila kita mengingat ajakan untuk selalu ber`amar ma`ruf nahi munkar, maka kita akan terbawa pada sebuah kegiatan yang juga seharusnya memberikan nilai pahala tersendiri yaitu berda`wah. Maka, saat mendengar kata-kata berda`wah, jangan pernah dibayangkan dalam benak kita bahwa kegiatan yang satu ini hanya terpaku pada kegiatan ceramah, ta`lim, wirid, tasqif, daurah atau bahkan kultum semata. Sebab, dalam banyak ayat ternyata Allah selalu mengingatkan agar kita bisa memenuhi proses mengajak pada kebaikan dan mencegah pada keburukan. Sehingga, kita akan memahami bahwa sebenarnya berda`wah adalah bagaimana kita bisa mengintegralkan desah nafas kehidupan untuk selalu mengingat hakikat penghambaan yang sebenarnya.
Para ulama sepakat bahwa definisi umum tentang da`wah adalah kegiatan menyeru manusia kepada jalan Allah dengan hikmah dan pelajaran yang baik sehingga mereka yang dida`wahi mengingkari segala bentuk pengabdian kepada selain Allah, lalu mereka mengimani Allah, keluar dari kegelapan sistem hidup jahiliyah menuju terangnya Islam. Ayat-ayat yang menjadi dalilnya banyak sekali. Beberapa diantaranya adalah Surat An Nahl ayat 125, Ali Imran : 104, Ali Imran : 110, Al Maidah : 2, dan sebagainya.
Akan tetapi, semakin semakin hari semakin dibutuhkan tenaga yang luar biasa untuk dapat memberi pemahaman menyeluruh pada setiap orang akan hakikat da`wah yang sebenarnya. Banyak hal yang bisa dijadikan alasan seseorang untuk tidak ikut ambil bagian dalam barisan orang-orang mulia ini. Permasalahan kepahaman, minimnya ilmu, kurangnya pengalaman, keluarga yang tidak mendukung, bisa menjadi salah satu faktornya.
Belum lagi bila pada akhir-akhir ini ternyata ummat Islam sendiri dihadapkan pada kondisi dilematis. Tudingan teroris, tak bisa diajak kompromi sampai sebutan militan garis keras, semakin menekan keinginan seseorang untuk menambatkan hatinya dalam berda`wah.
Padahal, bila kita belajar pada shirah nabawiyah (sejarah nabi), lebih banyak sebutan pedas yang semakin hari semakin meninggi menempel pada diri kaum muslim saat itu. Mulai dari sebutan orang gila sampai tukang sihir. Hal ini wajar, sebab salah satu ciri da`wah adalah sedikit pendukungnya, namun banyak penentangnya.
Ada beberapa keutamaan berda`wah yang harusnya dapat menjadi motivasi bagi kegiatan amal kita.
Pertama da`wah merupakan sebuah kenikmatan terbesar yang Allah berikan kepada kita (a`zhomu ni`amillah). Betapa tidak, dengan menyeru seseorang kepada kebaikan, orang yang tadinya bergelimang dengan dosa dapat diselamatkan melalui perantaraan kita. Artinya, ia telah mendapatkan hidayah Allah dengan usaha maksimal yang kita berikan. Sehingga, bila mengacu pada hadits Rasulullah, orang yang telah berhasil mengantarkan seseorang pada nikmatnya hidayah dia telah mendapatkan nikmat yang lebih baik dari dunia dan seisinya.
Dengan berda`wah kita telah menjadikan Allah ridha akan segala apa yang kita perbuat, Segala langkah kita akan dimudahkan. Walau terkadang di mata manusia kita seakan-akan hidup terlunta-lunta, namun sesungguhnya di sisi Allah telah dijanjikan banyak kenikmatan yang tak terbatas. Belum lagi ketika kita berda`wah, kecintaan kepada Allah (mahabbatullah) akan semakin meningkat, terpeliharanya iman dan juga mendapatkan nikmat iman yang luarbiasa.
Mushab bin `Umair pada zaman rasul adalah seorang sahabat yang bergelimang dengan harta. Parasnya yang menawan ditambah wangi parfumnya yang bisa dideteksi dari jarak puluhan meter, membuat gadis-gadis Quraiys kembang-kempis melihatnya.
Tetapi, apa yang terjadi ketika ia telah tersentuh dengan da`wah Islam. Segala apa yang dimiliki sebelumnya ia tinggalkan semua. Bahkan sampai harus membuat ibu kandungnya rela untuk memutuskan hubungan hanya karena beda prinsip hidup. Yang lebih memiriskan hati adalah ketika ia syahid di medan perang. Kain penutup tubuhnya tidak mencukupi untuk menyelimuti seluruh bagian tubuhnya. Ketika ditarik ke atas kepa, bagian kakinya tersingkap. Dan sebaliknya ketika kaki yang ditutupi, maka bagian kepala akan tersingkap.
Demikianlah adanya kenikmatan dari Allah apabila telah hadir pada jiwa seseorang. Segala bentuk kejayaan duniawi akan ditinggalkan seluruhnya. Kenikmatan yang pernah dirasakan digantikan dengan yang lebih baik oleh Allah SWT. Tidak ada target duniawi yang diharapkan. Apalagi pujian dari manusia.
Keutamaan yang kedua adalah orang-orang yang berda`wah telah melakukan amal yang terbaik (ahsanul `amal). Dengan berda`wah seseorang tidak akan menjadikan keshalehan yang ia miliki hanya terbatas untuk seorang. Melainkan juga miliki orang lain. Sebab konsep berda`wah yang baik adalah bagaimana ia yang telah shaleh mampu memperbaiki orang lain. Sembari memperbaiki diri sendiri, juga mengajak orang lain untuk menerima kebaikan tersebut.
Merujuk pada Al Qur`an Surat Al Fushilat ayat 33. Di sana jelas dikatakan bahwa da`wah adalah amal yang paling utama dari sekian banyak amal yang ada.
Ketiga, da`wah adalah tugas utama dari rasul (mihnatur rasul). Oleh sebab itu bila kita memang mengakui diri sebagai seorang muslim yang sejati, sudah selayaknya mengikuti apa-apa yang telah dicontohkan rasul. Dengan berda`wah kita telah memulainya.
Syaikh Mushthafa Masyhur mengatakan dalam buku Fiqh Da`wahnya bahwa jalan da`wah adalah jalannya para nabi dan orang shaleh setelahnya. Kerja rasul tidak lain dan tidak bukan melainkan hanya berda`wah. Oleh karena itu ketika seseorang telah komitmen (iltizam) terhadap jalan da`wah, maka ia telah mendapatkan keutamaan yang juga telah diberikan kepada nabi, para sahabat, sahabiyah, dan orang-orang beriman sesudahnya.
Yang juga harus kita sadari, dalam da`wah kita tidak mementingkan tampilan fisik. Ada hal yang lebih utama dari itu, yaitu substansi. Sehingga, ketika mulai menda`wahi seseorang kita memang benar-benar memberikan transfer ruhiyah dan keimanan. Bukan sebaliknya, justru mengedepankan tampilan dibandingkan isi. Hasilnya, banyak ditemui dalam masyarakat kita yang katanya berperan sebagai seorang penda`wah (da`i) dianggap sebagai pelawak ketimbang sebagai seorang ulama.
Keutamaan yang terakhir adalah kita akan mendapati kehidupan yang diridhai Allah SWT (al hayatu al mubarak). Hidup ini akan selalu penuh dengan keberkahan. Beberapa indikasi yang didapatkan adalah kehidupan yang dicintai Allah SWT, mendapatkan cinta Allah, rahmatNya, pahala yang tak pernah terputus dan juga pahala yang selalu dilipatgandakan.
Jangan pernah berharap ketika telah meng-azzam-kan diri dalam da`wah kita akan mendapat keuntungan dalam hidup. Yang didapat justru sebaliknya. Tantangan, cobaan, cacian bahkan ancaman nyawa melayang adalah bumbu yang akan menempa seorang da`i. Tantangan seprti itulah yang sebenarnya akan membuat pribadi seorang da`i menjadi dewasa.
Pada akhirnya, marilah kita membenahi masyarakat yang ada saat ini dengan pemahaman da`wah yang komprehensif. Jangan pernah berharap akan mendapati masyarakat yang memilki kesadaran berislam yang kuat bila kita tidak pernah mengubahnya dari sekarang.. Untuk itu, mari kita perbaiki diri sendiri sembari mengajak orang lain agar menuju terangnya cahaya Allah. Tidak ada yang tidak bisa dilakukan dalam berda`wah selagi kesemua itu untuk mengharap ridha Allah SWT. Maka, mulai dari diri sendiri, mulai dari yang paling kecil, dan mulai sekarang juga.
Fastabiqul khairat. Wallahu a`lam bishshawab.


Monday, July 03, 2006

“Playboy” dan Realita Ketimpangan Tatanan Masyarakat

“Playboy” dan Realita Ketimpangan Tatanan Masyarakat

Oleh : Basuki

(Wakil Presiden Mahasiswa BEM KM UNAND 2005-2006)

Selamat datang kehancuran moral, selamat tinggal Kejayaan!!!.

Kata-kata ini yang mungkin pantas untuk menyambut datanganya majalah yang akan mengumbar aurat-aurat wanita pada Maret 2006 nanti. Kehadirannya begitu dinantikan penggemarnya di sini. Gemanya yang telah mendahului hadir telah menyeruakkan pikiran nakal jiwa-jiwa penikmat kejahiliaan. Pencari identitas semu pun seakan bergelayutan padanya.

Playboy Indonesia begitulah kira-kira nama majalah yang akan masuk ke Indonesia ini. Tentu saja bukan hanya judul yang akan dipampangkan pada sampul majalah yang di Amerika digawangi oleh Hugh Hefner ini. Model wanita yang telah dipoles dengan make up dan bergaya menggairahkan dengan sedikit sentuhan koreografer profesional serta nyaris tanpa mengenakan busana atau bahkan tak berbusana rasanya bisa dipastikan menghiasi sampulnya.

Itu belum seberapa bila nantinya pembaca membuka halaman per halaman yang direncanakan setebal 180-200 halaman ekslusif berwarna. Di sana akan didapati sajian yang lebih vulgar dan menantang. Sehingga, diakui atau tidak, bukan mustahil bila setelah mendapatkan majalah ini dari distributornya, maka pembaca akan sulit melepaskan pandangan bila mata belum menyisir satu persatu halaman demi halaman.

Sebenarnya, kehadiran Playboy edisi Indonesia walau masih dalam rencana dan persiapan, pada satu sisi adalah sebuah kewajaran. Walaupun pada belahan pandangan yang lain adalah sebuah kenaifan. Majalah yang tersebar di 28 negara dan pada terbitan Spanyol telah memunculkan Tiara Lestari, gadis asal Solo sebagai bintang sampul dengan tanpa busana ini seperti mendapat lisensi tak langsung ketika berniat memasuki Indonesia sebagai negara jajahan berikutnya di Asia setelah Jepang.

Hal tersebut dilandasi dengan beberapa alasan. Pertama, ruang gerak majalah-majalah dengan tema serupa hampir tak pernah sepi pembeli ketika hadir di Indonesia. Ambil contoh saja Bond, Exe, ME, dan sebagainya. Bukan makin berkurang pembaca dengan bertambahnya majalah sejenis, justru masing-masing mereka telah mendapat pembaca setia yang selalu menunggu kehadirannya. Apalagi seandainya majalah yang sudah memiliki nilai tersendiri seperti Playboy. Rasanya sulit ditemukan di negara yang berasaskan Pancasila ini bahwasanya mereka tak mengenal Playboy.

Kedua, belum ada aturan mengikat yang jelas disertai sanksi yang tegas. Kalaupun ada, maka kedudukannya sangatlah lemah. Hal ini kemudian yang membuat kelemahan bagi pemerintah sendiri untuk menindak bilamana ada terjadi penyimpangan di lapangan. Dengan alibi ini jugalah yang membuka ruang tersendiri bagi pendatang baru dalam dunia penerbitan.

Ketiga, lemahnya kontrol pemerintah dalam mengawasi arus perputaran media. Terutama yang sekelas dengan Playboy. Sebenarnya, bila mau jujur telah banyak gejolak masyarakat yang tidak menginginkan hadirnya majalah yang akan merusak moral masyarakat. Namun, pemerintah tidak cukup tanggap dan mawas. Sehingga ketakutan dari para penerbit media terhadap jeratan hukum tidak menyurutkan mereka Dan ini menyebabkan bermunculannya media tak bertanggung jawab secara mudah. Keempat, pola konsumtif dan permisive masyarakat Indonesia yang cenderung berlebihan. Berapa banyak produk impor yang telah hadir di tengah kita. Hampir semuanya dinikmati masyarakat. Modus modernitas, ikut perkembangan jaman, agar tak ketinggalan trend dan sebagainya yang akhirnya mengemuka. Sehingga jangan heran ketika nanti majalah ini juga akan memenuhi salah satu sudut ruang baca kita sebagai salah satu wujud pembenaran hal tersebut.

Kelima, majalah-majalah serupa belum pernah diberikan sanksi atau bahkan diberedel ketika mulai menyeruak hadir sejak 6 tahun lewat. Munculnya Sophia Latjuba dengan pose bugil sebagai cover salah satu majalah panas sebenarnya telah menuai kontroversi. Namun tak dinyana, ternyata hal ini justru menjadi corong untuk membuka lahirnya generasi-generasi instant selanjutnya. Mengapa hal itu terjadi. Sebab perlakuan tegas tak juga diberikan walau masyarakat telah dibuat gerah dengan semakin maraknya kasus sejenis. Sehingga, secara tidak langsung kedatangan bagi pendatang baru pun rasanya tak akan dianggap bermasalah. Apalagi disinyalir bahwasanya Playboy Indonesia sendiri telah mengantongi izin penerbitan.

Banyaknya pihak yang senang dengan lahirya media yang dianggap alternatif namun justru menjerumuskan juga menjadi alasan berikutnya. Bahkan tidak tanggung-tanggung. Bilamana yang menjadi pem back up mereka adalah orang yang memiliki pangkat, jabatan dan kekuasaan, maka segala cara untuk memuluskan jalan juga akan dilakukan. Walau harus dengan melanggar hukum sekalipun.

Beberapa sebab di atas secara frontal tentu saja akan berseberangan dengan pola pikir dan perihidup ketimuran yang seharusnya mewarnai bangsa ini serta pertimbangan lain yang harusnya dipikirkan oleh pihak yang merencanakan pemunculan majalah ini. Diantaranya adalah, pertama, adat Timur tidak pernah membenarkan adanya penampakan vulgar anggota badan sebagai ajang visualisasi tak bermoral.

Hadirnya Playboy Indonesia adalah wujud pengangkangan nilai norma yang berlaku di Indonesia yang menjunjung tinggi adat ketimuran. Walaupun M. Ponti Carolus selaku direktur pada PT. Velvet Silver Media berjanji tidak akan memuat foto bugil, tapi sesuai dengan apa yang dikatakan Veven Sp. Wardhana, Playboy sudah identik dengan majalah syur. Sehingga wajar saja bila frame awal yang terbentuk tidak akan jauh dari hal tersebut. Lalu, bila masyarakat yang masih menjunjung tinggi nilai budaya bangsa kemudian menolaknya, itu adalah sebuah kewajaran.

Bahkan, seperti jujur diakui Naek L. Tobing selaku ahli dalam bidang seks, Playboy Indosesia menawarkan sex education yang rendah (kapanlagi.com, 21/01/06). Justru remaja akan semakin mengejar majalah tersebut.

Kedua, tereksposnya wanita dalam setiap penerbitan Playboy Indonesia justru akan memberikan efek negatif tersendiri bagi setiap bagian individu di masyarakat. Bagi yang dirinya mengaku sebagai lelaki normal namun tak sanggup memilah mana yang baik dan yang buruk, tentu akan dengan mudahnya menganggap Playboy Indonesia sebagai bacaan anak muda gaul yang layak dikonsumsi. Sementara bagi wanita normal yang juga merindukan adanya bentuk kepuasaan dengan dipertontonkannya bagian tubuh yang elok kepada khalayak ramai, tentu saja akan membuat semacam candu tersendiri bagi mereka untuk kemudian berhasrat agar suatu ketika dirinyalah yang berada pada posisi tersebut. Sehingga bukan mustahil bila Playmate yang digelar akan dijubeli wanita yang ingin terpampang di sana. Intinya tentu saja pada sebuah kalimat, kecantikan untuk sebuah ketenaran.

Ketiga, hadirnya Playboy Indonesia yang berbau pornografi di dalamnya berpotensi besar untuk menghasilkan tidakan asusila dan tindak kriminal. Hal itu seperti apa yang disampaikan Maria Ulfa Anshor seperti yang terdapat dalam Ensiklopedia Feminisme Maggie Humm. Di sana pornografi diartikan sebagai penggambaran material seksual yang mendorong pelecehan seksual dengan kekerasan dan pemaksaan. Apalagi, seperti ditambahkan Drs. Deddy Djamaluddin Malik Msi., ketua Pokja Infokom Komisi I DPR RI, hadirnya Playboy akan menimbulkan ekses kriminalitas dan pelecehan seksual terhadap kaum perempuan.

Masih segar di ingatan kita pada sebuah pemberitaan terhadap seorang pemuda ketika dirinya terpaksa memperkosa anak di bawah usia hanya karena menonton VCD yang memeragakan goyang Inul. Belum lagi beberapa bulan lalu ditemukan beberapa pasang pemuda pemudi melakukan pesta seks di sebuah hotel melati dan diabadikan dengan HP. Bisa dipastikan bahwa salah satu sebab mengapa itu semua terjadi adalah karena dengan mudahnya media-media pemancing libido hewani didapatkan dimana saja.

Maka bisa dipastikan bahwa hadirnya Playboy Indonesia nantinya juga memiliki bobot potensi yang sama. Yaitu memancing tindak asusila dan kriminal serta pelanggaran norma yang berlaku.

Keempat, alasan bagi pendukungnya bahwa Playboy Indonesia adalah media yang menjunjung tinggi nilai seni dengan menampakkan aurat sebagai visualisasinya dan nantinya akan tergambar pada halaman per halaman sangatlah bertentangan dengan konsep seni itu sendiri. Alasan ini juga yang dulunya menguatkan argumen para pendukung munculnya Sophia Latjuba, Anjasmara, Tiara Lestari dan artis lainnya untuk bebas menampakkan aurat di muka umum.

Mengutip apa yang dikatan Ahmad Khairul Fata (Republika, 21-01-06) seni adalah proses dimana salah satu hasil yang diciptakannya adalah rasa kenyamanan, ketenangan dan keindahan bagi para penikmatnya. Bukan justru menghasilkan bentuk lain seperti rangsangan nafu, bangkitnya libidonal seseorang atau bahkan berniat untuk berbuat sesuatu yang asusila setelah menikmati seni. Oleh sebab itu, Playboy Indonesia dan saudara-saudara sejenis lain yang telah mendahuli kehadirannya, ketika mengatakan bahwa hadirnya mereka adalah untuk membela seni atau setidaknya dikatakan sebagai ekspresi seni sangat tidak beralasan. Sebab, sudah bisa dipastikan setelah membaca dan melihat isi dalamnya akan menimbulkan rangsangan lain.

Kelima, ada agenda besar yang sengaja dirancang orang-orang yang tak menginginkan Indonesia berkembang sebagai negara yang maju dan berperadaban. Dengan cara menanamkan norma yang tak sesuai pada tatanan kehidupan masyarakat Indonesia. Dengan kata lain, ada kepentingan negara lain untuk merusak moral bangsa Indonesia. Salah satu caranya adalah dengan menerbitkan Playboy Indonesia pada awal Maret 2006 nanti.

Mengutip apa yang disampaikan Tifatul Sembiring dan Meutia Hatta, terbitnya Playboy Indonesia yang memuat gambar dan tulisan yang sarat dengan unsur pornografi sangat berpotensi merusak moral dan akhlak bangsa (Republika 22-01-06). Adyaksa Dault pun mengatakan bahwa perjalanan bangsa dan negara di masa depan akan semakin terpuruk. Sebab, pasar utama majalah ini adalah generasi muda yang diharapkan mampu menopang perjalanan bangsa kedepan. Bila ternyata pikiran mereka dilenakan dengan hal-hal yang merusak akhlak, maka kita sudah bisa menebak apa yang akan terjadi.

Bahkan, Fauzan Al Anshari, Ketua Departemen Data dan Informasi Majelis Mujahidin Indonesia mengatakan, ada rekayasa global yang telah diset untuk Indonesia. Beliau menyampaikan bahwa dalam peluncuran Playboy di Indonesia erat hubungannya dengan jumlah ummat Islam yang besar di negara ini. Itu semua terkandung dalam Protocol of Zions, bahwa untuk menghancurkan umat Islam adalah dengan merusak moral dan akhlak generasi mudanya dengan terus diberikan kemudahan mengakses hal-hal yang bertentangan dengan agama Islam.

Pertanyaannya adalah apa yang akan kita lakukan dalam menyikapi permasalahan ini. Menurut hemat penulis, ada beberapa upaya yang harus dilakukan. Pertama, percepat pengesahan Undang Undang Antipornografi dan Pornoaksi yang hari ini masih dalam bentuk RUU. Kedua, kejaksaan dan kepolisian wajib menarik peredaran majalah tersebut bila dianggap meresahkan masyarakat. Ketiga, melakukan pendekatan kepada pihak yang memberikan izin penerbitan agar mempertimbangkan kembali surat izin penerbirtan yang telah dikeluarkan. Keempat, meminta perhatian pemerintah agar mengeluarkan kebijakan khusus terkait masalah pornografi dan pornoaksi. Sebab, kebijakan pemerintah yang berkuasa hari jelas bahwa pornografi dan pornoaksi harus ditindak tegas.

Terakhir, perkuat dan awasi perputaran arus media yang telah dan akan beredar di masyarakat. Terutama media sekelas Playboy. Sebab, bila kelemahan ini terus dipertahankan. Maka tidak mustahil bila nanti anak kecil pun dapat membaca atau bahkan membelinya.

Pada akhirnya kita semua mengharapkan bahwa situasi kondusif dimana segala norma yang telah berlaku di masyarakat dapat terus kita jaga dan lestarikan. Apapun isi majalah yang akan terbit tersebut, citra majalah tersebut sebagai majalah nudis sudah melekat. Sehingga, ketika ternyata justru citra tersebut yang muncul pada realitanya nanti,. Maka, tunggu saja meledaknya bom waktu yang telah lama mengendap di masyarakat. Jangan sampai apa yang disampaikan Balkan Kaplale, Ketua Pansus DPR RI RUU Antipornografi Pornoaksi, manjadi kenyataan. Bahwa, masyarakat bisa melakukan apapun.

Wallahu a`lam.

Friday, June 30, 2006

Jaringan Gelap Freemasonry, Sejarah Hingga Perkembangannya ke Indonesia

Judul Buku : Jaringan Gelap Freemasonry, Sejarah dan Perkembangannya Hingga ke Indonesia
Pengarang : A.D. El Marzdedeq, DIM,AV
Penerbit : PT. Syaamil Cipta Media
Cetakan : Pertama, Juli 2005
Halaman : vi + 150 halaman

Mengintip Provokator Tingkat Utama Tak pernah ada yang bisa membantah bahwa dimana ada asap disana pasti ada api. Setiap ada kejadian heroik yang membuat dunia terpaku pasti ada dalang di baliknya. Tidak bisa tidak. Sebab, seluruh kejadian yang ada di atas dunia berjalan sesuai dengan hukum sebab akibat. Bila kita menanam benih, maka suatu saat pasti akan menuai hasilnya. Wayang saja untuk bisa berjalan sesuai dengan alur cerita harus ada dalang yang mengendalikannya.
Sampai hari ini kita tak pernah tahu siapa dalang yang telah menggerakkan penghancuran menara kembar WTC tahun 2001 lalu. Begitu juga dengan kejadian pengeboman Bom Bali I dan II. Pengeboman hotel JW Marriot, peristiwa G 30 S/PKI, peritiwa Tanjung Priok dan peristiwa-peristiwa besar lainnya.
Banyak spekulasi muncul ketika WTC di bombardir. Ujung-ujungnya ummat muslim yang menjadi sasarannya. Cap teroris distempelkan hingga menghantarkan Osama bin Ladin menjadi buronan kelas kakap bagi Amerika dan sekutunya. Alasan mengejar teroris ini juga yang meletakkan Afghanistan sebagai negara pesakitan.
Lalu, bagaimana dengan kejadian-kejadian spektakuler sebelumnya. Sebut saja meletusnya Perang Dunia I, Perang Dunia II, kekejaman Hitler dengan Nazinya, peristiwa Darwin dengan teori evolusinya, dan lain sebagainya. Bagi sebagian kita, peristiwa-peristiwa besar tersebut menyimpan sebuah tanda tanya besar dalam pikiran. Kalaupun terdapat penjelasan, maka yang ada adalah sebuah penyesatan informasi.
Lebih jauh, seharusnya kita juga memberi pertanyaan. Mengapa pada hari ini begitu banyak jenis-jenis agama baru, kelompok-kelompok kebatinan yang tersusun rapi, perpecahan antar partai, beda pendapat antar sesama agama, adanya pemikiran liberal, pluralisme, sah kawinnya orang Islam dengan non Islam, banyaknya munculnya lembaga sosial, dan lain-lain.
Sehingga, wajar akhirnya bila kita perlu mencari jawaban dari sekian pertanyaan-pertanyaan yang muncul. Dengan adanya informasi yang jelas, maka syak wasangka yang ada dapat dihilangkan. Memulai kehidupan dengan tenang dan menjalaninya dengan nyaman. Sebab, segalanya telah jelas.
Lalu, bagaimana cara untuk mendapatkan pengetahuan itu semua? Maka, sudah selayaknya kita membaca. Bukan hanya sekedar membaca tanpa makna. Tapi membaca dengan segenap keinginan memecahkan permasalahan yang ada. Sebab, alam terkembang menjadi guru. Sehingga wajar bila bukan hanya buku saja yang menjadi referensi kita, melainkan juga fenomena yang berkembang disekitar.
Anis Matta membagi tingkatan pembaca menjadi tiga. Pertama, pembaca konsumen. Pada tataran ini pembaca benar-benar menjadi subyek yang haus akan informasi. Menerima input dari apa yang dibacanya. Kedua, pembaca pembanding. Pembaca sudah mulai memahami dan menganalisa satu fenomena dengan fenomena yang lain. Ia membandingkan satu kejadian dengan kejadian lain. Terakhir adalah pembaca evaluasi. Pada tahap ini pembaca sudah memberi hukum terhadap apa yang ia peroleh. Pikiran-pikiran orang diteliti dan diberi penilaian benar salahnya.
Lalu, pada tingkat pembaca manakah kita hari ini. Atau paling tidak, sudah menjadi manusia yang memiliki karakter manakah kita sekarang? Hanya sekedar menerima informasi tanpa menganalisanya terlebih dahulukah? Mencari dan mendapatkan data namun tidak tahu kebenarannya? Atau bahkan masih belum mampu menterjemahkan benar salahnya pikiran seseorang?
Terkait dengan apa yang disampaikan pada awal tulisan ini, maka selayaknya kita mengetahui dan memahami bahwa setiap fenomena yang terjadi harus dapat kita berikan kesimpulan awal. Sebab, ternyata banyak sebenarnya hal-hal yang menurut sebagian orang adalah kejadian biasa dan tak perlu kita permasalahkan justru menyimpan potensi buruk bagi kehidupan pribadi dan masyarakat. Apa lagi bila sebenarnya kejadian tersebut justru bisa merenggut harga diri dan akidah kita.
Untuk itu pulalah akhirnya yang menjadikan PT. Asyaamil berani menerbitkan buku berjudul “Jaringan Gelap Freemasonry, Sejarah dan Perkembangannya Hingga ke Indonesia”. Paling tidak untuk memberikan gambaran betapa sebenarnya banyak kejadian di dunia ini, adalah rangkaian sebuah rekayasa besar dari sebuah kaum yang menginginkan terciptanya negara berdasarkan kendali kaum mereka. Yaitu, kaum Yahudi.
Bila kita membaca buku tersebut, maka jelas sekali penjelasan tentang apa alasan mereka sehingga harus menguasai dunia dan mengalahkan musuh utamanya, Islam. Begitu juga dengan gambaran rencana yang harus mereka lakukan untuk dapat menjalankan misi tersebut. Sangat gamblang sekali disampaikan oleh penulis buku ini, A.D. EL. Marzdedeq, Dim. Av.
Mungkin bagi sebagian pembaca, makna apakah dari kata-kata Jaringan Gelap. Semuanya akan jelas dalam buku ini. Diantaranya, bila kita pahami lebih jauh, maka akan dapat disimpulkan bahwasanya ternyata kegelapan yang menyelimutinya adalah karena kehalalan segala cara yang selalu ditempuh. Apakah dengan menyelinap ke dalam sebuah gerakan penentang mereka, memberian bantuan dana untuk memuluskan cara mereka, atau bahkan harus saling membunuh antar sesama mereka bila itu yang memang dikehendaki seperti yang terjadi pada tragedi pembantaian oleh Nazi. Kekejaman yang juga direncanakan oleh Yahudi. Dan itu semua adalah sedikit dari sedemikian kegelapan lainya.
Secara garis besar, yahudi dibagi menjadi dalam 3 kelompok pergerakan. Golongan ketiga disebut sebagai gerakan Freemasonry. Mereka bergerak bukan atas nama Yahudi, pelaksananya bukan orang-orang Yahudi, tetapi menjalankan misi yang dapat mengangkat harkat dan martabat Kaum Yahudi. Baik secara sadar maupun tidak sadar.
Pada intinya, buku ini menjadi penting untuk kita semua dikala saat ini banyak yang belum mengetahui akan bahaya dan ancaman yang nantinya ditimbulkan dari gerakan tersebut. Sementara, tanpa sadar pun sebenarnya banyak dari kita yang telah mendukung gerakan mereka. Baik melalui program-program tersembunyi yang mereka lancarkan tanpa kita sadari, atau melalui hal-hal yang kita anggap sepele. Seperti penggunaan logo, istilah dan simbol geraan berbahaya ini.
Walau memberikan gambaran tentang apa itu Yahudi dan gerakan Freemasonry. Tapi ternyata buku ini memiliki kekurangan yang selayaknya perlu kita ketahui. Salah satu diantaranya adalah buku ini tidak mampu menghadirkan sebuah bentuk penyampaian yang cukup membumi kepada para pembacanya. Sehingga, kesan yang ditampilkan tidak jauh seperti buku mata pelajaran Sejarah yang monoton dan penuh dengan kekakuan.
Ketipisan halaman juga tidak seimbang dengan banyaknya informasi yang diberikan kepada pembaca. Padahal, banyak tema dan isu yang bisa dikembangkan lebih dalam sehingga dapat memberikan pencerahan yang menyeluruh. Salah satu contohnya adalah sedikit sekali penjelasan terhadap gambar-gambar simbol dan logo yang ditampilkan. Sehingga pembaca dituntut untuk dapat menyimpulkan sendiri pendapatnya.
Walau demikian, harus kita akui bahwa dengan membaca buku ini setidaknya kita dapat menjawab siapa sebenarnya biang keladi dari banyaknya aliran agama baru yang bermunculan. Begitu juga kenapa aliran kebatinan hari dapat berkembang pesat di negara kita. Ditambah lagi dengan penjelasan siapa sebenarnya dalang dari timbulnya peran dunia pertama dan kedua.
Oleh karena itu, bila masih banyak pertanyaan yang belum terjawab terhadap setiap kejadian besar di dunia ini. Maka, kata kunci yang dapat diberikan adalah dengan membaca. tidak ada paksaan terhadap buku seperti apa yang seharusnya kita baca. Toh, kalau memang kita semua menganggap buku ini bai untuk dijadikan salah satu referensi, kenapa kita segera mendapatkannya…???!
Wallahu a`lam bishawab.

Wassalam.
BASUKI
(Penikmat buku,
Mantan Wakil Presiden BEM KM Unand 2005-2006)

Tuesday, June 27, 2006

Mengusung Pribadi Yang Berkeimanan


Judul buku : Mengusung Peradaban yang Berkeimanan
Pengarang : Anis Matta
Penerbit : Media Qalbu
Cetakan : Pertama, Januari 2006
Halaman : 164 Halaman

Dari Kenihilan Menuju Peradaban Sejati

Selalu ada pahlawan dalam setiap zaman. Apakah sepuluh, lima puluh, atau bahkan seratus tahun sekali. Tentu saja pahlawan yang hadir dalam setiap gelombang zaman selalu menghadirkan corak, pola pikir dan fenomena tertentu. Sehingga, pada akhirnya setiap orang akan mengakui dan memaknai bahwa kepahlawanan yang ia ciptakan adalah nyata adanya. Tanpa rekayasa, kebohongan dan pemaksaan.
Di luar makna sebuah sosok kepahlawanan, tentu saja ada zaman yang mengiringinya. Sebuah epik kebanggaan yang tercipta atau bahkan menciptakan pahlawan itu sendiri. Orang-orang lebih senang menyebutnya dengan peradaban.
Dari sekian bentuk zaman yang ada, patut kita sorot sebuah peradaban yang belum ada tandingnya hingga hari ini. Bahkan oleh barat sekalipun. Dia adalah peradaban Islam. Dibawa oleh ustadziatul alam Nabi Muhammad SAW, pembawa risalah untuk seluruh alam. Islam telah merubah segala sendi kehidupan manusia mulai dari lingkup terkecil hingga aspek terbesar.
Lebih dari itu, ternyata Islam bukan hanya telah melahirkan pahlawan yang tak ada hentinya, tapi juga telah membuat peradaban Islam itu tak pernah lekang dan membuatnya terus ada sepanjang waktu.
Hanya saja banyak akhirnya yang tidak menyukai adanya Islam sebagai sebuah solusi. Bukan hanya karena tidak adanya hidayah yang datang, tapi juga karena ketidaktahuan bahkan karena kebodohan mereka. Sehingga timbullah upaya-upaya menghancurkan Islam. Tak heran bila pada puncaknya, tepat pada 3 Maret 1924 terjadi penggulingan Khilafah Islamiyah yang sedang berkuasa.
Dr. Salim Segaf al Jufri dalam pengantar buku Menuju Jama`atul Muslimin jelas mengatakan bahwa setidaknya ada dua tokoh pemuka da`wah yang tak boleh dilupakan bila berbicara tentang kebangkitan Islam. Mereka adalah Abul A`la al-Maududi yang telah menggerakkan Jama`at Islami dan Imam Syahid Hasan al Banna dengan gerakan Ikhwanul Musliminnya. Masing-masing memiliki karakteristik yang tidak sama.
Al Maududi banyak menghasilkan buku dan memiliki jam terbang tinggi dalam berdakwah melalui mimbar. Sehingga tidak mengherankan bila kemudian Jama`at Islami dikenal lebih membumi di kawasan India dan Pakistan. Sementara, Hasan al Banna telah menghujamkan kukunya dengan banyak mencetak kader dan sedikit menulis buku. Pemikirannya telah meluas hampir ke seluruh belahan dunia.
Yan g menarik dari kedua tokoh tersebut adalah bahwa mereka telah mencoba meletakkan dasar-dasar struktural kebangkitan Islam. Keduanya mencoba kembali menata bagaimana agar Islam sebagai sebuah peradaban yang tinggi kembali berjaya di muka bumi setelah runtuh pada tahun 1924.
Lebih dari itu semua, memang harus ada upaya komprehensif untuk kembali bangkit dari keterpurukan. Segala jalan yang telah digariskan oleh para pendahulu layak untuk menjadi rujukan utama. Sebab, dengan memahami karakteristik perjuangan, maka akan dapat dicapai hasil maksimal. Itu sebabnya timbul adagium tentang arti sejarah. Bahwa sejarah adalah guru yang paling berharga. Bila ingin berhasil dalam hidup, maka belajarlah dari sejarah. Sebab, sejarah akan terus berulang.
Terkait dengan itulah maka Anis Matta mencoba menggugah ingatan kita tentang arti sebuah peradaban. Bukan hanya sekedar peradaban tanpa makna. Tapi sebuah bentuk peradaban yang penuh dengan nilai keimanan. Hal itu ia rangkum dalam bukunya yang berjudul “Mengusung Peradaban Yang Berkeimanan”.
Buku ini memiliki daya pikat dengan bahasanya yang menarik. Kata-kata lugas yang dilontaran Anis Matta mudah dimengerti walau terkadang butuh pencernaan mendalam. Runutan paragraf seakan-akan membius sang pembaca. Tak heran, bila membacanya akan sulit untuk berpaling walau sejenak. Sebab, satu lembar dalam pembahasan yang sama memiliki keterpaduan yang kuat tak terpisahkan. Ditambah lagi dalam setiap materi yang ia sampaikan selalu disertai dengan kajian sirah (sejarah). Baik tentang nabi, sahabat, salafus saleh atau yang lainnya. Sehingga kita sulit untuk menemui kebosanan.
Buku setebal 164 halaman ini memiliki 6 (enam) bab. Pada bab pertama pembaca akan disuguhkan tentang makna keimanan beserta karakternya. Sementara pada bab kedua, pembaca akan menemui bagaimana cara rasul merumuskan sebuah peradaban. Lalu, pada bab ketiga Anis Matta lebih senang untuk becerita tentang arti sebuah jati diri. Ia memulainya dengan mencari apa saja penyebab hilangnya jati diri, memilih budaya sampai bagaimana cara untuk membangun masyarakat yang madani.
Pada bagian keempat buku ini, kita akan dilayani pembahasan seputar pengkaderan. Tentu saja yang dimaksud disini adalah pengkaderan ummat yang terdiri dari pemimpin dan masyarakat. Ia menceritakan contoh seorang ulama besar bernama Abdurrahman bin Jauz. Ia mengisahkan bahwa ketika Abdurrahman bin Jauz berceramah, hadirin yang hadir bisa mencapai sekitar 200 ribuan. Tidak itu saja, ternyata ulama ini bahkan bisa membius pemimpin thaghut sekalipun yang sulit untuk menangis untuk akhirnya menumpahkan air matanya di pengajian tersebut.
Disampaikan oleh Anis Matta bahwa itu terjadi lantaran ia adalah seorang pemimpin. Diluar kapasistasnya sebagai ulama besar, ahli hadits, ahli fiqh, zuhud dan pakar sejarah. Kenapa ia disebut sebagai pemimpin? Anis Matta menyimpulkan bahwa karena ia memiliki magnet. Dan itulah salah satu karakter pemimpin yang patut diteladani.
Anis Matta seakan menelanjangi sejarah ketika ia bercerita tentang Abraha (pemimpin pasukan brgajah) pada bab kelima buku ini. Dalam bab tersebut ia berusaha menyimpulkan hikmah yang terkandung dalam penyerbuan pasukan bergajah dahulu. Setidaknya ada lima pelajaran yang patut dijadikan catatan. Salah satunya adalah bahwa segala persoalan yang terjadi hari ini baik politik, militer, ekonomi maupun kesenjangan sosial adalah dilatarbelakangi oleh konflik agama, bukan sebaliknya. Artinya, bahwa peradaban yang berkualitas memang harus disokong oleh agama yang bernartabat. Sehingga mampu meredam segala konflik yang akhirnya muncul.
Pada bab akhir, Anis Matta mengingatkan kita tentang arti sebuah kematian. Tak lupa ia memberikan sedikit tips untuk pembaca agar selalu bersiap-siap bilamana dipanggil Yang Maha Kuasa tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.
Sebagaimana buku-buku bacaan lainnya, selain memiliki kelebihan maka buku ini juga memiliki beberapa kekuransgan. Hanya saja kekurangan yang ada tidaklah begitu bermasalah bila dibandingkan dengan kandungan yang terdapat di dalamnya.
Salah satu kelemahannya adalah tentang penggunaan struktur, kata dan pengadopsian bahasa asing. Di sana masih terlihat kekakuan yang lumayan mencolok. Bahasa yang digunakan masih terkesan oral dan verbal, bukan bahasa tulisan ilmiah. Sehingga banyak penempatan tanda baca yang tidak sesuai dengan makna pembacaan yang seharusnya.
Hal itu bisa dianggap wajar. Sebab, apa-apa yang tertulis dalam buku ini memang diambil langsung dari ceramah-ceramah dan kajian-kajian Anis Matta. Buku ini adalah hasil suntingan dari ungkapan ilmiah Anis Matta dalam beberapa waktu yang dilakukan oleh Lilis Nihwan Sumuranje. Jadi, sebenarnya buku ini memang bukanlah tulisan Anis Matta. Hanya saja ternyata penyunting akhirnya mampu merangkai semua menjadi bahasan utuh yang saling berkait satu sama lain dengan tema yang saling mendukung.
Maka, wajar bila buku ini memang layak untuk dibaca. Terutama bagi para penerus generasi bangsa yang merindukan hadirnya kembali sebuah peradaban Islam yang penuh dengan keimanan. Akankah kita ikut merasakan masa tersebut atau justru kita yang akan menghancurkannya? Fastabiqul Khairat.
Wallahu a`lam bishawab.

Resentator : Basuki (Mantan Wakil Presiden BEM KM Unand 2005-2006)
(tulisan ini telah dimuat di Mingguan Serambi Minang, Bulan Juli. Edisi Tanggal 30 Mei - 6 Juli 2006)

Monday, June 26, 2006

Salam Kenal Dari Mujahid Islam

Setiap kita rasanya ingin mecari dan memberi harapan pada setiap insan. Semoga apa-apa yang kita berikan pada setiap nafas kehidupan kita adalah sebuah penghargaan bagi sisa amal yang diberikan.